HAKIM: KASUS CENTURY BUKAN KRIMINALISASI KEBIJAKAN

Jakarta, 16/7  – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai bahwa Bank Indonesia (PBI) sengaja mengubah peraturan BI untuk kepentingan Bank Century.
“Atas nota pembelaan terdakwa tersebut majelis berpendapat dalam perkara ini yang diadili ada atau tidaknya kesalahan dalam mengambil kebijakan sebagai deputi dan dewan gubernur BI lain dalam pemberian FPJP dan penetapan bank gagal berdampak sistemik, bukan mengadili kebijakannya,” kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Terdakwa dan tim kuasa hukumnya kebijakan tidak bisa dikriminalisasi sehingga tidak dapat dipidanakan seperti pasal 45 UU No23/1999 sebagaimana diubah UU No3/2004 tentang Bank Indonesia,” ungkap Made Hendra.
Dalam nota keberatan Budi Mulya, Budi Mulya dan kuasa hukumnya menyatakan bahwa Berdasarkan pasal 45 UU No 23/1999 sebagaimana diubah UU No 3/2004 tentang Bank IndonesiaGubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur dan/atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UU ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
“Ini adalah ruangan yang berbeda, yang satu adalah kebijakan yang diambil dan kedua ada atau tidaknya tindak pidana dalam mengambil kebijakan yang dimaksud sehingga tidak ada pengadilan atas kebijakan BI dalam perkara a quo apalagi yang dimaksud oleh tim kuasa hukum terdakwa yang disebut kriminalisasi kebijakan,” tambah Made Hendra.
Artinya, hakim menilai pemberian FPJP dan bank gagal berdampak sistemik tidak dilakukan dengan itikad baik seperti dalam UU BI.
“Telah dipertimbangkan bahwa dalam pemberian FPJP dan penetapan bank gagal berdampak sistemik untuk Bank Century tersebut dilakukan dengan itikad tidak baik yaitu untuk mencari keuntungan diri sendiri dan tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga terdakwa harus dianggap bersalah,” tegas Made Hendra.
Atas perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

BUDI MULYA TERBUKTI BERSALAH BERSAMA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BI

Jakarta, 16/7  – Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik bersama dengan anggota Dewan Gubernur BI.
“Terdakwa punya persamaan kehendak dengan anggota dewan lainnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dengan keinsyafan sebagai perbuatan bersama sebagaimana didakwakan karenanya terdakwa ikut serta melakukan bersama-sama dengan anggota yaitu saksi Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK,” kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Terdakwa ikut menyetujui pemberian FPJP dengan sebelumnya mengubah Peraturan Bank Indonesia agar FPJP,” tambah Aviantara.
Seorang anggota majelis hakim Anas Mustaqim bahkan meminta agar mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang saat itu menjadi ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) juga ikut dalam dakwaan karena dakwaan jaksa KPK tidak mengikutsertakan Sri Mulyani.
“Dakwaan jaksa tidak menyebutkan Sri Mulyani sebagai ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK dan Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK yang berwenang memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang merupakan ketidakcermatan, ketidakjelasan, dalam menyusun surat dakwaan dan upaya main sulap hukum,” kata anggota hakim dua Anas Mustaqim yang mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam sidang.
Hakim Anas menilai bahwa dakwaan jaksa hanya menguraikan risiko sistemik atas Bank Century tapi tidak mencantumkan peran Sri Mulyani, Boediono dan Raden Pardede yang membuat keputusan.
“Padahal mereka juga sudah melakukan delik penyertaan sebab dengan keputusan KSSK itu LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) menyetorkan dana peneyertaan sementara hingga sebesar Rp6,7 triliun. Ketidakjelasan dakwaan merupakan upaya main sulap hukum,” ungkap Anas.
Budi Mulya diadili berdasarkan dakwaan pertama yang berasal dari pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP menunjukkan delik penyertaan.
“Pasal 55 yaitu delik penyertaan melakukan tindak pidana korupsi menabrak melanggar aturan pasal 55 sehingga dakwaan Budi Mulya bersama-sama dengan Gubernur BI Boediono, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK dalam proses penetapan Bank Century adalah obscuur libel (kabur),” ungkap Anas.
Namun karena putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, maka Budi Mulya tetap dihukum.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

 

HAKIM NILAI BANK CENTURY DAPAT “BLANKET GUARANTEE”

Jakarta, 16/7 – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai bahwa Bank Century mendapat fasilitas “blanket guarantee” (penjaminan penuh) yang melanggar aturan pemerintah.
“Yang terjadi sesungguhnya adalah penjaminan penuh atau ‘blanket guarantee’, pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa keputusan KSSK ingin memberi persepsi pemerintah tetap akan menjamin meski LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) hanya menjamin sebesar 2 miliar,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Saksi Jusuf Kalla dalam persidangan menyatakan bahwa pemerintah tidak menerapkan ‘blanket guarantee’ yang menyebabkan pemerintah masih menanggung BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) hingga hari ini karena penjaminan yang sangat luas menimbulkan ‘moral hazard’ dan beban keuangan,” tambah Aviantara.
Hal itu disebabkan karena pengelola bank tidak terdorong untuk bertindak bijak dan dari sisi nasabah pun tidak mementingkan kesehatan bank saat bertransaksi
“Terdakwa bersama Dewan Gubernur BI yang memberikan ‘blanket gruarantee’ tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tidak menerapkan ‘blanket guarantee’ dan hanya menerapkan jaminan Rp2 miliar untuk setiap nasabah,” ungkap Aviantara.
Hakim pun menilai Budi Mulya melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
“Sehingga terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum,” tegas Aviantara.
Atas perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

HAKIM: PEMBERIAN FPJP ADA KONFLIK KEPENTINGAN BUDI MULYA

Jakarta, 16/7  – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai ada konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan
“Ada konflik kepentingan penyelamatan dana YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia) yang ada di Bank Century, terdakwa diselimuti konflik kepentingan ketika memberikan persetujuan pemberian FPJP,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Konflik kepentingan dalam pemberian persetujan FPJP kepada Bank Century yang punya masalah strukural dan pengawasan khusus juga tampak mengingat terdakwa memiliki utang kepada pemilik Bank Century yang erat kaitannya dalam persetujuan dan pemberian FPJP yang ikut menyetujui pemberian FPJP kepada Bank Century,” tambah Aviantara.
Budi Mulya memang menerima Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular sebagai pinjaman untuk modal bisnis Budi Mulya.
“Terdakwa tidak dapat menjelaskan secara gamblang kenapa meminjam ke Robert Tantular yang adalah pemilik Bank Century yang sudah dalam pengawasan BI sejak 2005. Maka hal itu menunjukkan terdakwa menerima sesuatu berupa uang dari pemilik Bank Century dan kemudian terdakwa menyetuji pemberian FPJP ke Bank Century,” ungkap Aviantara.
Hakim berpendapat meski Budi Mulya mengaku bahwa uang Rp1 miliar itu adalah utang piutang maka tetap memunculkan konflik kepentingan dalam diri Budi Mulya.
“Sebab terdakwa malah meminjam dari pemilik bank yang dalam pengawasan BI padahal terdakwa adalah Deputi Gubernur BI,” tegas Aviantara.
Sehingga Budi Mulya beserta anggota Dewan Gubernur BI lain menyetujui dan mencairkan FPJP meski persyaratan kelengkapan dokumen Bank Century belum terpenuhi dan peraturan yang meloloskan atau payung hukum FPJP belum dibuat.
“Terdakwa juga memerintahkan pencairan FPJP tahap 1 padahal akte perjanjian pemberian FPJP, akte fidusia dan akte lain belum ditanda tangani,” ungkap Aviantara.
Selain itu nilai agunan FPJP berupa nilai aset di bawah 50 persen dihitung dari “outstanding asset” dengan demikian merugikan keuangan negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

HAKIM: TIDAK ADA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA PADA 2008

Jakarta, 16/7  – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai tidak ada krisis ekonomi di Indonesia pada saat kebijakan tersebut dibuat.
“Krisis keuangan global memang berpengaruh tapi tidak membuat Indonesia krisis hal ini sesuai dengan pendapat ahli Faisal Basri yang pada pendapatnya mengatakan bahwa global financial crisis yang dipicu Lehman Brothers di Amerika Serikat yang bisa bertahan ada 3 negara yaitu China, India dan Indonesia,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Sehingga tidak beralasan hukum ketika dikatakan bahwa kondisi perbankan dan perekonomian indonesia mengalami krisis, karena perekonommian Indonesia masih kuat fUndomental tapi krisis sudah dirasakan dampaknya,” ungkap Aviantara.
Hal itu dikuatkan karena pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonimian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit APBN aman di kisaran 1,1 persen, penerimaan pajak dan bea cukai 105 persen dan lifting minyak melebihi target belanja pemerintah yaitu 90 persen.
Pemaparan Gubernur BI Boediono bahkan mengatakan kredit modal kerja meningkat yaitu pada September 2008 adalah 38 persen, kredit konsumsi sebesar 34 persen, kredit investasi 35 persen begitu pula kredit mikro menengah naik hingga Rp135 triliun.
“Indikator positif terhadap bank dan ekonomi Indonesia ditambah keterangan saksi Jusuf Kalla di bawah sumpah mengatakan bahwa pertumbuhan Indonesia 2008 adalah 6,1 persen,” tambah Aviantara.
Atas perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)