HAKIM NILAI BANK CENTURY DAPAT “BLANKET GUARANTEE”

Jakarta, 16/7 – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai bahwa Bank Century mendapat fasilitas “blanket guarantee” (penjaminan penuh) yang melanggar aturan pemerintah.
“Yang terjadi sesungguhnya adalah penjaminan penuh atau ‘blanket guarantee’, pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa keputusan KSSK ingin memberi persepsi pemerintah tetap akan menjamin meski LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) hanya menjamin sebesar 2 miliar,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Saksi Jusuf Kalla dalam persidangan menyatakan bahwa pemerintah tidak menerapkan ‘blanket guarantee’ yang menyebabkan pemerintah masih menanggung BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) hingga hari ini karena penjaminan yang sangat luas menimbulkan ‘moral hazard’ dan beban keuangan,” tambah Aviantara.
Hal itu disebabkan karena pengelola bank tidak terdorong untuk bertindak bijak dan dari sisi nasabah pun tidak mementingkan kesehatan bank saat bertransaksi
“Terdakwa bersama Dewan Gubernur BI yang memberikan ‘blanket gruarantee’ tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang tidak menerapkan ‘blanket guarantee’ dan hanya menerapkan jaminan Rp2 miliar untuk setiap nasabah,” ungkap Aviantara.
Hakim pun menilai Budi Mulya melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
“Sehingga terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum,” tegas Aviantara.
Atas perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

HAKIM: PEMBERIAN FPJP ADA KONFLIK KEPENTINGAN BUDI MULYA

Jakarta, 16/7  – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai ada konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan
“Ada konflik kepentingan penyelamatan dana YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia) yang ada di Bank Century, terdakwa diselimuti konflik kepentingan ketika memberikan persetujuan pemberian FPJP,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Konflik kepentingan dalam pemberian persetujan FPJP kepada Bank Century yang punya masalah strukural dan pengawasan khusus juga tampak mengingat terdakwa memiliki utang kepada pemilik Bank Century yang erat kaitannya dalam persetujuan dan pemberian FPJP yang ikut menyetujui pemberian FPJP kepada Bank Century,” tambah Aviantara.
Budi Mulya memang menerima Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular sebagai pinjaman untuk modal bisnis Budi Mulya.
“Terdakwa tidak dapat menjelaskan secara gamblang kenapa meminjam ke Robert Tantular yang adalah pemilik Bank Century yang sudah dalam pengawasan BI sejak 2005. Maka hal itu menunjukkan terdakwa menerima sesuatu berupa uang dari pemilik Bank Century dan kemudian terdakwa menyetuji pemberian FPJP ke Bank Century,” ungkap Aviantara.
Hakim berpendapat meski Budi Mulya mengaku bahwa uang Rp1 miliar itu adalah utang piutang maka tetap memunculkan konflik kepentingan dalam diri Budi Mulya.
“Sebab terdakwa malah meminjam dari pemilik bank yang dalam pengawasan BI padahal terdakwa adalah Deputi Gubernur BI,” tegas Aviantara.
Sehingga Budi Mulya beserta anggota Dewan Gubernur BI lain menyetujui dan mencairkan FPJP meski persyaratan kelengkapan dokumen Bank Century belum terpenuhi dan peraturan yang meloloskan atau payung hukum FPJP belum dibuat.
“Terdakwa juga memerintahkan pencairan FPJP tahap 1 padahal akte perjanjian pemberian FPJP, akte fidusia dan akte lain belum ditanda tangani,” ungkap Aviantara.
Selain itu nilai agunan FPJP berupa nilai aset di bawah 50 persen dihitung dari “outstanding asset” dengan demikian merugikan keuangan negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

HAKIM: TIDAK ADA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA PADA 2008

Jakarta, 16/7  – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai tidak ada krisis ekonomi di Indonesia pada saat kebijakan tersebut dibuat.
“Krisis keuangan global memang berpengaruh tapi tidak membuat Indonesia krisis hal ini sesuai dengan pendapat ahli Faisal Basri yang pada pendapatnya mengatakan bahwa global financial crisis yang dipicu Lehman Brothers di Amerika Serikat yang bisa bertahan ada 3 negara yaitu China, India dan Indonesia,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
“Sehingga tidak beralasan hukum ketika dikatakan bahwa kondisi perbankan dan perekonomian indonesia mengalami krisis, karena perekonommian Indonesia masih kuat fUndomental tapi krisis sudah dirasakan dampaknya,” ungkap Aviantara.
Hal itu dikuatkan karena pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonimian sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit APBN aman di kisaran 1,1 persen, penerimaan pajak dan bea cukai 105 persen dan lifting minyak melebihi target belanja pemerintah yaitu 90 persen.
Pemaparan Gubernur BI Boediono bahkan mengatakan kredit modal kerja meningkat yaitu pada September 2008 adalah 38 persen, kredit konsumsi sebesar 34 persen, kredit investasi 35 persen begitu pula kredit mikro menengah naik hingga Rp135 triliun.
“Indikator positif terhadap bank dan ekonomi Indonesia ditambah keterangan saksi Jusuf Kalla di bawah sumpah mengatakan bahwa pertumbuhan Indonesia 2008 adalah 6,1 persen,” tambah Aviantara.
Atas perbuatan itu menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir. (T.D017)

HAKIM: BI SENGAJA UBAH PERATURAN UNTUK BANK CENTURY

Jakarta, 16/7 – Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai bahwa Bank Indonesia (PBI) sengaja mengubah peraturan BI untuk kepentingan Bank Century.
“Dari pertimbangan berikut terlihat perubahan PBI No 10/26/PBI/2008 menjadi PBI No 10/30/PBI/2008 yang mengubah persyarakat CAR (rasio kecukupan modal) sangat ringan sekali ditujukan agar Bank Century mendapat FPJP,” kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Bank Century adalah satu-satunya bank yang mengajukan repo aset atau FPJP ke BI padahal berdasarkan PBI No 10/26/PBI/2008 Bank Century tidak memenuhi syarat memenuhi FPJP.
Bank Century mengajukan fasilitas repo aset pada 30 Oktober 2008 senilai Rp1 triliun tapi berdasarkan PBI Bank Century tidak memenuhi syarat diberikan FPJP karena sesuai PBI disyaratkan CAR minimal 8 persen dan agunan aset lancar selama 12 bulan, sedangkan CAR Bank Century per September hanya 2,35 persen.
Pada rapat 30 Oktober 2008, Dewan Gubernur BI menyetujui pemberian FPJP dengan cara mengubah PBI sehingga fasilitas diberikan meskipun PBI tidak memenuhi dan payung hukum yaitu PBI No 10/26/PBI/2008 belum dibuat dan baru selesai dibuat dan ditandatangan pada 14 November 08.
“Perubahan PBI yang disetujui itu adalah bank diberikan FPJP harus minimal CAR positif dan kedua aset kredit yang diagunkan adalah hanya memiliki liabilitas lancar 3 bulan terakhir,” ungkap Aviantara.
Padahal nilai agunan Bank Century bahkan hanya mencapai Rp596 miliar atau 83 persen dari FPJP yang totalnya adalah Rp689,39 miliar, bahkan Bank Century sampai mendapatkan penjaminan modal sementara dari LPS hingga Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan Rp1,2 trilun pada Desember 2013 saat sudah menjadi Bank Mutiara.
“Adanya dana deposito Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI sebesar Rp83 miliar per Oktober 2008, dana yayasan BRI, PT Telkom, Bank Pembangunan Daerah dan nasabah besar lain sehingga bila Bank Century ditutup tidak akan dijamin Lembaga Penjamin Simpanan karena yang dijamin hanya maksimal Rp2 miliar dan bunga tidak lebih dari yang ditetapkan LPS padahan Bank Century menetapkan bunga tinggi antara 12-13 persen,” ungkap Aviantara.
Apalagi ternyata persyaratan dokumen Bank Century tidak lengkap tapi tetap diberikan FPJP.
“Penangangan Bank Century yang memiliki masalah struktural dan mendasar tidak dapat ditangani jangka pendek sehingga untuk FPJP untuk menangani jangka pendek untuk sementara waktu tidaklah dapat  tepat mengatasi masalah Bank Century,” tegas Aviantara.
Atas putusan tersebut, Budi Mulya langsung menyatakan banding.
“Saya Budi Mulya menyatakan banding atas putusan majelis hakim,” kata Budi Mulya.
Sedangkan jaksa KPK pikir-pikir.(T.D017)

Ini cerita tentang Century

Beberapa berita saya tidak naik di media tempat saya bekerja, jadi saya posting di sini saja, ini rangkaian berita saya tentang Perkara Bank Century. Kalau ada yang berpendapat KPK masuk ke ranah politik, memangnya ada yang bisa menghindar dari ranah tersebut?

BUDI MULYA DIVONIS 10 TAHUN PENJARA
Jakarta, 16/7 – Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
“Menyatakan terdakwa Budi Mulya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan dakwaan pidana selama 10 tahun dan pidana denda Rp500 juta dengan ketentuan diganti pidana kurungan 5 bulan,” kata ketua majelis hakim Aviantara di pengadilan tindak korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Tuntutan itu lebih rendah dibanding permintaan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Budi Mulya dihukum 17 tahun penjara ditambah denda Rp800 juta subsider 8 bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti Rp1 miliar subsider 3 tahun kurungan.
Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.
Dalam amar putusannya, hakim tidak meloloskan permintaan untuk membayar uang pengganti yaitu sebesar Rp1 miliar yang berasal dari pemilik Bank Century Robert Tantular.
“Majelis memutuskan uang Rp1 miliar merupakan uang pinjaman dari Robert Tantulan. Dan di persidangan Robert Tantular  menerangkan bahwa uang pinjaman itu sudah dikembalikan kepada dirinya pada awal 2009, oleh karena terdakwa tidak menikmati dari hasil tindak pidana korupsi maka tuntutan penuntut umum agar terdakwa membayar uang pengganti haruslah ditolak,” tambah Aviantara.
Hakim juga tidak menyetujui pembayaran uang pengganti oleh pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraqdan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp3,115 triliun, Robert Tantular sebesar Rp2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp1,581 triliun.
“Menimbang karena Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi, Robert Tantular dan Bank Century bukan terdakwa dalam perkara ini sehingga tidak dapat dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam perkara ini. Tuntutan itu tidak berdasar dan beralasan hukum maka tuntutan itu haruslah ditolak,” ungkap Aviantara.
Dalam pertimbangannya hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menjelaskan bahwa Budi Mulya berbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak dilakukan dengan itikad baik.
“Perbuatan melawan hukum yaitu pemberian persetujuan fpjp dengan dilakukan dengan itikad tidak baik karena untuk mencari keuntungan diri sendiri dan juga dalam penyelamantan dana YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia) yang ada di Bank Century dan tindakan-tindakanlain yang berdasarkan korupsi, kolusi, nepotisme,” ungkap Aviantara.
YKKBI menyimpan dana di Bank Century hingga mencapai Rp 83 miliar dan merupakan salah satu nasabah yang uangnya dikembalikan dari pengucuran FPJP sebesar Rp689,39 miliar.
Di samping itu hakim menilaipemberian FPJP tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga bertentangan dengan pasal 45 UU No23/1999 sebagaimana diubah uu 3/2004 yang mengatur keputusan dewan Gubernur BI tidak dapat dihukum bila mengambil kebijakan sesuai dengan kewenangannya sepanjang dengan itikad baik yang dipandang bila dilakukan bukan untuk diri, keluarga, kelompoknya dan atau tindakan2-tindakan lain yang terindikasi korupsi, kolusi nepotisme.
Perbuatan melawan hukum lainnya adlah memperoleh pinjaman sebesar Rp1 miliar dari Robert Tantular.
“Dalam perbuatan a quo terdakwa melakukan perbuatan  karena untuk kepentingan diri sendiri yaitu memperoleh pinjaman dana dari Robert Tantular dan penyelamatan YKKBI sehingga persetujuan pemberian penetapan FPJP oleh terdakwa dilakukan dengan itikad tidak baik sehinga tidak sesuai dengan pasal 45 UU Bank Indonesia,” jelas Aviantara.
Atas perbuatan tersebut, Budi Mulya menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013. (T.D017)